dapatkan uang KLIK disini

Jumat, 28 Juni 2013

Scott Lynch, Anak Pendeta yang Menemukan Cahaya Islam

L
ebih dari dua dekade Scott Lynch mencari kebenaran hakiki. Pada akhir pencariannya ia menemukan Islam. Komunikasi intensif dengan sang Pencipta  melalui kewajiban shalat lima waktu menjadi pertimbangan Lynch.elama dua dekade, Lynch hanya memahami Muslim memiliki karakteristik berperawakan gelap, rambut hitam, berjenggot, menetap di Timur Tengah dan Asia. Seorang Muslim hanya mengenakan pakaian sederhana dan serba tertutup.

"Saya merasa cukup aneh ketika terbiasa dengan penampilan warga AS yang berambut pirang, bermata biru, beragama Kristen. Namun, umat Islam begitu beragam," kata dia seperti dikutipOnislam.net, Jumat (28/6).Semasa remaja, beberapa kali Lynch berpindah tempat tinggal. Di mana ia tinggal, Lynch tidak menemukan keberagaman. Latar belakang keluarga Lynch cukup dengan gereja. Ia sendiri merupakan anak seorang pendeta.

"Ayah seorang pendeta. Anda bisa bayangkan bagaimana tradisi Kristen mewarnai kehidupan saya. Setiap akhir pekan, saya rutin beribadah di gereja," kenang dia,Lynch dibesarkan dalam pemahaman Yesus sebagai anak Tuhan. Namun, dirinya seolah menolak pemahaman itu. Akantetapi rasa takut kepada orang tuanya membuat ia harus menerima pemahaman itu. "Saya meyakini kisah Yesus itu tidak masuk akal," kata dia.

Ia merasa aneh ketika sosok Yesus itu akan menyelamatkan setiap orang yang percaya kepadanya. Pertanyaan pun muncul, bagaimana orang-orang sebelum kedatangan Yesus. "Saya diam-diam mulai mempertanyakan masalah ini," kata dia.Kendati mempertanyakan, Lynch tidak memperlihatkan apa yang ia rasakan kepada orang tuanya. Lynch hanya bisa menahan dalam hati. Di saat bersamaan, orang tuanya terus menerus meminta anaknya itu menerima kehadiran Yesus.

Selama lima tahun ke depan, Lynch terus berpura-pura. Ia memang hadiri kajian Injil. Namun, ia tidak pernah terpikir mempelajarinya. Lulus SMA, Lnych mendapatkan momentum. Ia niatkan diri pada satu hal penting yakni kebebasan mempelajari agama lain.

Hal yang pertama dilakukannya, ia pelajari ajaran Katolik Roma. Tapi itu tidak lama. Lnych kembali melanjutkan pencariannya. Untuk mempermudah niatannya itu, Lynch mempelajari agama Yahudi. Ia tertarik mendalami bahasa Ibrani. Saat itu, ia belajar bersama seorang rabi. Lagi-lagi, Lynch merasa buntu dengan tradisi Yahudi.

Barulah, ia menilik Islam. Pertemuan ini memang tidak sengaja. Saat itu, ia mengambil kelas Lembaga dan Tradisi Islam. Di kelas itu, ia berinteraksi dengan Muslim. Satu kesan yang ia dapat, Islam mengajarkan kesederhanaan dan rendah hati. Tak lama, ia mulai memberanikan diri mendatangi masjid. Di masjid, Lynch mulai menemukan kecocokan dengan apa yang dipikirkan tentang konsep Ketuhanan.

"Saya tahu ada satu Allah, tapi siapa dia, dimana dia," tanyanya.

Memasuki dunia kerja, kecocokan itu berlanjut. Lynch menyimpulkan Islam memiliki dasar keyakinan yang kuat  tentang Ketuhanan. Islam menyatakan Tuhan itu satu, Tuhan itu melalui utusan-Nya coba menyampaikan hal tersebut. Islam itu merupakan pedoman hidup manusia.

"Saat itu, saya mulai tertarik untuk bertanya lebih jauh tentang Islam," kata dia,

Suatu waktu, Lynch beremu dengan pria Muslim bernama Hani. Kepadanya, Lynch banyak bertanya tentang Islam dan Muslim. Oleh Hani, ia diberikan Alquran. Ketika membaca, ia merasa terkejut. Alquran banyak bercerita tentang Kristen dan Yahudi. "Tuhan apakah Engkau menginginkanku bangun pagi dan menyembah-Mu. Setelah begitu yakin, saya memutuskan mengucapkan syahadat," kata dia. 

Usai mengucapkan syahadat, Lynch berpikir apa yang akan ia katakan kepada keluarga dan rekan kerjanya. Itu terjadi selama berbulan-bulan, tapi Lynch berusaha tenang menghadapi masalah tersebut. 

"Saya coba lupakan itu, dengan mulai mendalami ajaran Islam. Disini saya siap mengambil langkah berikutnya," kenang dia.

Pada Januari 2001, Hani mengundang Lynch mengunjungi Islamic Center Fort Collins, Colorado.Berada di sana, Lynch seolah dipanggil melakukan sesuatu. Apa yang ia rasakan coba diutarakan pada Hani. Oleh temannya itu, ia disarankan membaca Alquran dan mulai mempelajari tata cara shalat.

"Jujur saya sedikit gugup," kata dia.

Tak terasa, setahun sudah Lynch menjadi Muslim. Selama itu, Lynch merasakan kemajuan, kemunduran dan keraguan. Kondisi itu ia coba pahami sebagai satu upaya menjadi Muslim yang kaffah. "Saya ini manusia biasa, tentu Allah memahami kelemahan saya itu. Yang pasti, dalam hati, saya telah bekerja keras mengikut jalan-Nya," kata dia.

Hukum Perbuatan Korupsi dalam Islam


Hukum Islam disyariatkan Allah SWT untuk kemaslahatan manusia. 

Di antara kemaslahatan yang hendak diwujudkan dengan pensyariatan hukum tersebut ialah terpeliharanya harta dari pemindahan hak milik yang tidak menurut prosedur hukum, dan dari pemanfaatannya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT.

Oleh karena itu, larangan mencuri, merampas, mencopet, dan sebagainya adalah untuk memelihara keamanan harta dari pemilikan yang tidak sah. 

Larangan menggunakan sebagai taruhan judi dan memberikannya kepada orang lain yang diyakini akan menggunakan dalam berbuat maksiat, karena pemanfaatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT jadikan kemaslahatan yang dituju dengan tidak tercapai.

Ulama fikih telah sepakat mengatakan bahwa perbuatan korupsi adalah haram dan dilarang. Karena bertentangan dengan  maqasid asy-syariah. Keharaman perbuatan korupsi dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain sebagai berikut.

a. Perbuatan korupsi merupakan perbuatan curang dan penipuan yang secara langsung merugikan keuangan negara (masyarakat). 

Allah SWT memberi peringatan agar kecurangan dan penipuan itu dihindari, seperti pada firman-Nya, "Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan harta rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS. Ali Imran:161).

Nabi Muhammad SAW telah menetapkan suatu peraturan bahwa setiap kembali dari peperangan, semua harta rampasan baik yang kecil maupun yang besar jumlahnya harus dilaporkan dan dikumpulkan di hadapan pimpinan perang kemudian Rasulullah SAW membaginya sesuai dengan ketentuan bahwa 1/5 dari harta rampasan itu untuk Allah SWT, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil, sedangkan siasanya (4/5 lagi) diberikan kepada mereka yang berperang. (QS. Al-Anfal: 41).

Minggu, 16 Juni 2013

CARA MENGUATKAN IMAN

1. Perbanyaklah menyimak ayat-ayat Al-Quran

Al-Qur'an diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai ubat bagi hati manusia. "Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an sesuatu yang menjadi ubat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Al-Isra ': 82).

Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan hatinya melalui Al-Quran, "Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur'an, memikirkan dan memahami apa yang dimaksudkan dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh. "

2. Rasakan keagungan Allah seperti yang digambarkan Al-Quran dan Sunnah

Al-Quran dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt. Seorang muslim yang ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.

Resapi betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki nama-nama yang baik (asma'ul husna). Dialah Al-'Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth'ali. Dia yang menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.

Jangan sampai kita termasuk orang yang disebut ayat ini, "Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi dan seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya." (Az-Zumar: 67)

3. Carilah ilmu syar'i

Sebab, Al-Qur'an berkata, "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang-orang yang berilmu." (Fathir: 28). Karenanya, dalamilah ilmu-ilmu yang mengantarkan kita pada rasa takut kepada Allah.

Allah berfirman, "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (Az-Zumar: 9). Orang yang tahu tentang hakikat penciptaan manusia, tahu tentang syariat yang diturunkan oleh Allah sebagai tata cara hidup manusia, dan tahu ke mana tujuan akhir hidup manusia, tentu akan lebih khusyuk hatinya dalam ibadah dan kuat imannya dalam aneka gelombang ujian ketimbang orang yang jahil.

Orang yang tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih bisa menjaga diri daripada orang yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya siksa neraka, tentu akan lebih khusyuk. Orang yang tidak tahu bagaimana nikmatnya syurga, tentu tidak akan pernah punya rasa rindu untuk meraihnya.

4. Mengikutlah halaqah zikir

Suatu hari Abu Bakar melawat Hanzhalah. "Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?" Hanzhalah menjawab, "Hanzhalah telah berbuat munafik." Abu Bakar bertanya apa sebabnya. Kata Hanzhalah, "Jika kami berada di sisi Rasulullah saw., Beliau mengingatkan kami tentang neraka dan syurga yang seakan-akan kami bisa melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi Rasulullah saw. kami pun disibukkan oleh urusan isteri, anak-anak, dankehidupan, lalu kami pun banyak lupa. "

Lantas kedua-duanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Kata Rasulullah, "Demi jiwaku yang ada di dalam genggaman-Nya, andaikata kamu sekalian tetap seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam zikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas kasurmu dan tatkala kamu dalam perjalanan. Tetapi, wahai Hanzhalah, sa'atah, sa'atan, sa'atan. "(Shahih Muslim no. 2750)

Begitulah majlis zikir. Bisa menambah berat iman kita. Makanya para sahabat sangat bersemangat mengadakan pertemuan halaqah dzikir. "Duduklah besama kami untuk mengimani hari kiamat," begitu ajak Muadz bin Jabal. Di halaqah itu, kita boleh melaksanakan hal-hal yang diwajibkan Allah kepada kita, membaca Al-Quran, membaca hadis, atau mengkaji ilmu pengetahuan lainnya.

5. Perbanyaklah amal soleh

Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya, "Siapa di antara kamu yang berpuasa pada hari ini?" Abu Bakar menjawab, "Saya." Lalu Rasulullah saw. bertanya lagi, "Siapa di antara kamu yang hari ini menjenguk orang sakit?" Abu Bakar menjawab, "Saya." Lalu Rasulullah saw. bersabda, "Tidaklah amal-amal itu menyatu dalam diri seseorang malainkan dia akan masuk syurga." (Muslim)

Begitulah seorang mukmin yang Shaddiq (sejati), begitu bersemangat menggunakan setiap kesempatan untuk memperbanyak amal soleh. Mereka berlumba-lumba untuk mendapatkan syurga. "Berlumba-lumbalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi." (Al-Hadid: 21)

Begitulah mereka. Sehingga keadaan mereka seperti yang digambarkan Allah swt., "Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir-akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah). Dan, pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian. "(Adz-Dzariyat: 17-19)

Banyak beramal soleh, akan menguatkan iman kita. Jika kita berterusan dengan amal-amal soleh, Allah akan mencintai kita. Dalam sebuah hadis qudsy, Rasulullah saw. menerangkan bahawa Allah berfirman, "Hamba-Ku sentiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan mengerjakan nafilah sehingga Aku mencintainya." (Shahih Bukhari no. 6137)

6. Lakukan berbagai macam ibadah

Ibadah mempunyai banyak ragamnya. Ada ibadah fizikal seperti puasa, ibadah bahan seperti zakat, ibadah lisan seperti doa dan zikir. Ada juga ibadah yang yang menggabungkan semuanya seperti haji. Semua ragam ibadah itu sangat bermanfaat untuk menyembuhkan lemah iman kita.

Puasa membuat kita khusyu 'dan mempertebal rasa muraqabatullah (merasa diawasi Allah). Solat rawatib dapat menyempurnakan amal-amal wajib kita kurang sempurna kualitinya. Berinfak mengikis sifat bakhil dan penyakit hubbud-dunya. Tahajjud menambah kekuatan.

Banyak melakukan berbagai macam ibadah bukan hanya membuat baju iman kita makin baru dan cemerlang, tapi juga menyediakan bagi kita begitu banyak pintu untuk masuk syurga. Rasulullah saw. bersabda, "Sesiapa yang menafkahi dua istri di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu syurga: 'Wahai hamba Allah, ini adalah baik.' Lalu sesiapa yang menjadi orang yang banyak mendirikan solat, maka dia dipanggil dari pintu solat. Barangsiapa menjadi orang yang banyak berjihad, maka dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa menjadi orang yang banyak melakukan puasa, maka dia dipanggil dari pintu ar-rayyan. Barangsiapa menjadi orang yang banyak mengeluarkan sedekah, maka dia dipanggil dari pintu sedekah. "(Bukhari no. 1798)

7. Hadirkan perasaan takut mati dalam keadaan su'ul khatimah

Rasa takut su'ul khatimah akan mendorong kita untuk taat dan senantiasa menjaga iman kita. Penyebab su'ul khatimah adalah lemahnya iman menenggelamkan diri kita ke dalam jurang kedurhakaan. Sehingga, ketika nyawa kita dicabut oleh malaikat Izrail, lidah kita tidak mampu mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di hembusan nafas terakhir.

8. Banyak-banyaklah ingat mati

Rasulullah saw. bersabda, "Dulu aku melarangmu menziarahi kubur, ketahuilah sekarang ziarahilah kubur kerana hal itu boleh melunakan hati, membuat mata menangism mengingatkan hari akhirat, dan janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang kotor." (Shahihul Jami 'no. 4584)

Rasulullah saw. juga bersabda, "Banyak-banyaklah mengingati penebas kelazatan-kelazatan, iaitu kematian." (Tirmidzi no. 230)

Mengingat-ingat mati boleh mendorong kita untuk mengelakkan diri dari berbuat durhaka kepada Allah dan dapat melunakkan hati kita yang keras. Kerana itu Rasulullah menganjurkan kepada kita, "Kunjungilah orang sakit dan iringilah jenazah, niscaya akan mengingatkanmu terhadap hari akhirat." (Shahihul Jami 'no. 4109)

Melihat orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi bekas. Saat berziarah kubur, bayangkan kondisi keadaan orang yang sudah mati. Tubuhnya rosak membusuk. Ulat memakan daging, isi perut, lidah, dan wajah. Tulang-tulang hancur.

Bayangan seperti itu jika membekas di dalam hati, akan membuat kita menyegerakan taubat, membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan tambah rajin beribadah.

9. Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan di hari akhirat

Ada beberapa surat yang menceritakan kedahsyatan hari kiamat. Misalnya, surah Qaf, Al-Waqi'ah, Al-Qiyamah, Al-Mursalat, An-Naba, Al-Muththaffifin, dan At-Takwir. Begitu juga hadis-hadis Rasulullah saw.

Dengan membacanya, mata hati kita akan terbuka. Seakan-akan kita menyaksikan semua itu dan hadir di pemandangan yang dahsyat itu. Semua pengetahuan kita tentang kejadian hari kiamat, hari kebangkitan, berkumpul di mahsyar, tentang syafa'at Rasulullah saw., Hisab, pahala, qisas, timbangan, jembatan, tempat tinggal yang kekal di syurga atau neraka; semua itu menambah tebal iman kita.

10. Berinteraksi dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam

Aisyah pernah berkata, "Wahai Rasulullah, aku melihat orang-orang jika mereka melihat awan, maka mereka gembira kerana berharap turun hujan. Namun aku melihat engkau jika engkau melihat awan, aku tahu ketidaksukaan di wajahmu. "Rasulullah saw. menjawab, "Wahai Aisyah, aku tidak merasa aman jika di situ ada azab. Sebab ada suatu kaum yang pernah diazab kerana angin, dan ada suatu kaum yang melihat azab sambil berkata, 'Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami'. "(Muslim no. 899)

Begitulah Rasulullah saw. berinteraksi dengan fenomena alam. Bahkan, jika melihat gerhana, terlihat raut takut di wajah beliau. Kata Abu Musa, "Matahari pernah gerhana, lalu Rasulullah saw. berdiri dalam keadaan ketakutan. Beliau takut kerana gerhana itu merupakn tanda kiamat. "

11. Berdzikirlah yang banyak

Melalaikan dzikirulah adalah kematian hati. Tubuh kita adalah kubur sebelum kita terbujur di kubur. Ruh kita terpenjara. Tidak boleh kembali. Kerana itu, orang yang ingin mengubati imannya yang lemah, harus memperbanyak dzikirullah. "Dan ingatlah Rabb-mu jika kamu lupa." (Al-Kahfi: 24) "Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah lha hati menjadi tenteram." (Ar-Rad: 28)

Ibnu Qayim berkata, "Di dalam hati terdapat kekerasan yang tidak boleh mencair kecuali dengan dzikrullah. Maka seseorang harus mengobati kekerasan hatinya dengan dzikrullah. "

12. Perbanyaklah munajat kepada Allah dan pasrah kepada-Nya

Seseorang selagi banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan Allah. Sabda Rasulullah saw., "Saat seseorang paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa." (Muslim no. 428)

Seseorang selagi mau bermunajat kepada Allah dengan ucapan yang mencerminkan ketundukan dan kepasrahan, tentu imannya semakin kuat di hatinya. Semakin menampakkan kehinaan dan kerendahan diri kepada Allah, semakin kuat iman kita. Semakin banyak berharap dan meminta kepada Allah, semakin kuat iman kita kepada Allah swt.

13. Tinggalkan angan-angan yang muluk-muluk

Ini penting untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak berangan-angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya. Padahal, hidup di dunia hanyalah sesaat saja.

Allah swt. berfirman, "Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka azab yang telah dijanjikan kepada mereka, nescaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya." (Asy-Syu'ara: 205-207 )

"Seakan-akan mereka tidak pernah diam (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari." (Yunus: 45)

14. Memikirkan kehinaan dunia

Hati seseorang bergantung kepada kandungan kepalanya. Apa yang difikirkannya, itulah orientasi hidupnya. Jika di benaknya dunia adalah segala-galanya, maka hidupnya akan diarahkan untuk memperolehnya. Cinta dunia sebangun dengan takut mati. Dan kata Allah swt., "Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya." (Ali Imran)

Kerana itu fikirkanlah bawa dunia itu hina. Kata Rasulullah saw., "Sesungguhnya makanan anak keturunan Adam itu boleh dijadikan perumpamaan bagi dunia. Maka lihatlah apa yang keluar dari diri anak keturunan Adam, dan sesungguhnya rempah-rempah serta lemaknya sudah bisa diketahui akan menjadi apakah ia. "(Thabrani)

Dengan memikirkan bahawa dunia hanya seperti itu, fikiran kita akan mencari orientasi ke hal yang lebih tinggi: surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.

15. Mengagungkan hal-hal yang terhormat di sisi Allah

"Sesiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu dari ketakwaan hati." (Al-Hajj: 32)

"Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhan-nya." (Al-Hajj: 30)

Hurumatullah adalah hak-hak Allah yang ada di diri manusia, tempat, atau waktu tertentu. Yang termasuk hurumatullah, misalnya, lelaki pilihan Muhammad bin Abdullah, Rasulullah saw.; Tempat-tempat suci (Masjid Haram, Masjid Nabawi, Al-Aqha), dan masa-masa yang tertentu seperti bulan-bulan haram.

Yang juga termasuk hurumatullah adalah tidak menyepelekan dosa-dosa kecil. Sebab, banyak manusia binasa karena mereka menganggap ringan dosa-dosa kecil. Kata Rasulullah saw., "Jauhilah dosa-dosa kecil, kerana dosa-dosa kecil itu boleh berhimpun pada diri seseornag hingga ia boleh membinasakan dirinya."

16. Menguatkan sikap al-wala 'wal-bara'

Al-wala 'adalah saling tolong menolong dan pemberian loyalitas kepada sesama muslim. Sedangkan wal-bara adalah berlepas diri dan rasa memusuhi kekafiran. Jika terbalik, kita benci kepada muslim dan amat bergantung pada musuh-musuh Allah, tentu keadaan ini petanda iman kita sangat lemah.

Memurnikan kesetiaan hanya kepada Alah, Rasul, dan orang-orang yang beriman adalah perkara yang boleh menghidupkan iman di dalam hati kita.

17. Bersikap tawadhu

Rasulullah saw. bersabda, "Merendahkan diri termasuk bagian dari iman." (Ibnu Majah no. 4118)

Rasulullah juga berkata, "Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri kepada Allah padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hati kiamat bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di antara pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya." (Tirmidzi no. 2481)

Maka tak hairan jika baju yang dikenakan Abdurrahman bin Auf-sahabat yang kaya-tidak berbeza dengan yang dikenakan para budak yang dimilikinya.

18. Perbanyak amalan hati

Hati akan hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu dengan-Nya, berbaik sangka dan redha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya. Hati juga akan penuh dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur dan taubat kepada-Nya. Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk, zuhud, wara ', dan mawas diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman)

19. Sering menghisab diri

Allah berfirman, "Wahai orang-ornag yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)." (Al-Hasyr: 18)

Umar bin Khattab r.a. berwasiat, "Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab." Selagi waktu kita masih longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat. Apakah sudah cukup untuk mendapat keampunan dan syurga dari Allah swt.? Sungguh ini cara yang berkesan untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.


20. Berdoa kepada Allah agar diberi ketetapan iman

Perbanyaklah doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang hamba. Rasulullah saw. berwasiat, "Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hati."

Ya Allah, perbaharuilah iman yang ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam taat kepadamu. Tidak ada daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.

KEAGUNGAN SEDEKAH

"Allah menganugerahkannya kepada orang yang berkata baik, bersedekah, berpuasa, dan solat di kala kebanyakan manusia tidur." (HR.At-Tirmidzi) 


Salah satu ibadah yang dianjurkan Allah SWT adalah bersedekah, baik dikala senang dan dikala sempit. Sebab sedekah adalah amal kebaikan sebagaimana al-Quran surah al-A'raf ayat 16 khusus amalan sedekah dilipatkan-gandakan lagi sesuai kehendak Allah, yang kemudian ditambah lagi mendapatkan berbagai keutamaan sedekah.

Marilah kita baca hadis Rasulullah SAW: "Sesungguhnya Allah swt itu Maha Memberi, Ia mencintai pemurah serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk." (HR. al-Baihaqi)

Hadis di atas juga kita boleh petik hikmahnya bahawa Islam sangat membenci sifat kedekut dan bakhil dan sifat suka meminta-minta. Tetapi sebaliknya seorang mukmin itu banyak memberi dan pemurah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah." (HR. Bukhari)

Kita sudah tidak membantah lagi tentang keistimewaan ibadah sedekah. Sejumlah cendekiawan dan ulama muslim mengatakan bahawa terdapat ratusan dalil yang menegaskan bahawa Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda dan memuliakan kaum yang bersedekah.

Mengutip kitab yang berjudul Al Inaafah fimaa Ja'a Fis Shadaqah Wad Dhiyaafah, terdapat keutamaan bersedekah antara lain:

Pertama, sedekah dapat menghapuskan dosa. Kenyataan ini diperkuat dengan dalil hadis Rasulullah saw, "Sedekah dapat menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api." (HR Tirmidzi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614).

Pengampunan dosa ini tentu saja disertai taubat sepenuh hati, dan tidak kembali melakukan perbuatan-perbuatan tercela serta terhina seperti sengaja bermaksiat, seperti rasuah, memakan riba, mencuri, berbuat curang, atau mengambil harta anak yatim.

Kedua, bersedekah memberikan keberkahan pada harta yang kita miliki. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw yang berbunyi, "Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya. "(HR. Muslim).

Ketiga, Allah melipatgandakan pahala orang yang bersedekah. Hal ini sebagaimana janji Allah SWT di dalam al-Quran. "Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, nescaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka dan bagi mereka pahala yang banyak." (Qs, al-Hadid: 18)

Keempat, terdapat pintu syurga yang hanya boleh dimasuki oleh orang yang bersedekah. Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu syurga.

"Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan". Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan solat, ia akan dipanggil dari pintu solat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah. "(HR Bukhari).

Dan terakhir, orang yang sering bersedekah dapat membebaskan dari siksa kubur. Rasulullah saw bersabda, "Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur." (HR Thabrani)

TIGA LANGKAH MENUJU TAUBAT

Sebusuk apa pun maksiat yang telah dilakukan dan sebanyak apa pun dosa yang telah dibuat, bila manusia kembali kepada jalan Allah, maka Allah SWT akan menerima taubatnya. Bahkan, terhadap orang yang kafir sekalipun, bila ia memeluk agama Islam, Allah akan mengampuni segala dosanya.

Pintu taubat sentiasa terbuka. Dan, Allah SWT akan senantiasa menanti kedatangan hamba-Nya yang akan bertaubat. Namun demikian, tidak selamanya pintu taubat terbuka. Ada saatnya pintu tersebut tertutup rapat, terutama pada dua keadaan.

Pertama, ketika nyawa manusia sudah berada di kerongkong. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah yang Maha Mulia lagi Maha Agung menerima taubat seseorang sebelum nyawanya sampai di kerongkong." (HR Tirmidzi).

Kedua, ketika matahari terbit dari tempat terbenamnya. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, nescaya Allah menerima taubatnya." (HR Muslim).

Bila pintu taubat telah tertutup maka penyesalan, permohonan ampunan, perbuatan baik, dan keimanan orang kafir tidak akan bermanfaat lagi. Sebab, Allah SWT tidak akan menerimanya. "Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Tuhanmu atau kedatangan sebahagian dari tanda-tanda Tuhanmu. Pada hari datangnya sebahagian dari tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu, sesungguhnya kami pun menunggu (pula)." (Surah al-An'am [6]: 158).

Hal ini harus menjadi perhatian kita untuk tidak menunda-nunda dalam bertaubat. Sebab, bila tidak akan dilakukan maka bukan tidak mungkin hal itu akan menenggelamkan kita pada kemaksiatan yang pada akhirnya diri kita akan menganggap baik setiap sesuatu yang buruk.

Selagi kita hidup di dunia, mari kita gunakan kesempatan ini untuk menyikapi bersiap diri sebelum pintu taubat tertutup.

Pertama, bersegera melakukan taubat. "Sesungguhnya penerimaan taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana." (QS An-Nisa [4]: 17).

Kedua, bersegera melakukan pelbagai macam kebaikan sebelum datangnya masa yang menyebabkan kita sukar untuk melakukan kebaikan. Rasulullah SAW bersabda, "Bersegeralah kamu untuk mengerjakan amal-amal soleh, kerana akan terjadi berbagai fitnah yang menyerupai malam yang gelap gelita." (HR Muslim dan Tirmidzi).

Ketiga, berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan takwa kita akan diberi kemampuan untuk membezakan yang benar dan salah. (Surah al-Anfaal [8]: 29).

MAKNA KASIH SAYANG DALAM ISLAM

Salah satu ajaran Islam  yang amat mendasar adalah tentang kasih sayang. Islam mengajarkan agar setiap orang saling menjalin tali silaturrahmi dan membangun hubungan kasih sayang antar sesama.  Seseorang disebut beriman manakala sanggup mencintai orang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri.
 
Di dalam kitab suci al Qur’an banyak sekali disebut sifat Allah yang sangat mulia, yaitu Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dalam surat al Fatekhah, yang hanya terdiri atas tujuh ayat saja, dua di antaranya menyebut sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang ini. Manakala pengulangan itu diartikan sebagai  pentingnya persoalan itu, maka betapa sifat kasih sayang itu, -------menurut Islam,  seharusnya selalu mewarnai kehidupan manusia pada setiap waktu.
 
Selain di dalam surat al Fatehah, ternyata di semua surat dalam al Qur’an kecuali surat at taubah,  dimulai dengan basmallah. Sifat Allah yang mulia ini selalu harus dibaca, diingat, diperhatikan, dan dijadikan sebagai kalimat pembuka  dalam setiap perbuatan. Bahkan,  apa saja yang tidak diawali dengan mengucap Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan mendapatkan keuntungan atau pahala apa-apa.
 
Atas dasar pemahaman seperti itu, maka umat Islam diajarkan tentang betapa kasih sayang seharusnya selalu mewarnai hidupnya. Perbuatan apa saja harus dimulai dengan menyebut basmallah. Artinya, kasih sayang harus dijadikan dasar dan  untuk mengawali bagi seluruh tindakan bagi kaum muslimin dalam menjalani kehidupannya.
 
Semua orang tanpa kecuali membutuhkan kasih sayang. Orang yang sedang membenci, marah, jengkel, sakit hati  akan berubah, dan bahkan berbalik menjadi baik  oleh karena kasih sayang. Kasih sayang bagaikan air yang bisa mendinginkan suasana panas dan atau api yang menyala-nyala. Semua orang membutuhkan rasa kasih sayang dari mana saja.
 
Di antara jenis  hewan terdapat binatang buas yang sangat membahayakan terhadap siapapun. Namun ternyata binatang buas itu bisa ditaklukan oleh para pawang dengan  memberikan sentuhan-sentuhan kasih sayang kepada mereka. Kebuasan binatang itu  bisa hilang dan berubah menjadi sahabat oleh karena disodori  sikap kasih sayang saja. Kasih sayang itu bisa ditunjukkan dengan berbagai  cara, di antaranya dengan  memberi sesuatu yang disenangi, atau perlakuan yang dibutuhkan.
  
Bangsa ini sudah sekian  lama  menghadapi berbagai persoalan.  Bahkan, akhir-akhir ini persoalan itu sudah tidak biasa dialami oleh bangsa ini. Bentrokan antar kelompok, antar suku, antar pemuda,  antar mahasiswa, antar aparat keamanan,  antara aparat dan  mahasiswa,  dengan pedagang kaki lima, antar kelompok agama, dan lain-lain, semua itu sebetulnya terjadi oleh karena di antara mereka itu semua sudah tidak terdapat perasaan saling kasih sayang.
 
Bahkan terjadinya kesenjangan sosial yang sedemikian jauh, antara orang kaya  dan miskin atau antara yang berpunya dengan yang tidak punya  sebenarnya adalah sebagai akibat tidak adanya kasih sayang. Manakala orang  kaya dan miskin itu saling mendekat, memahami, menghormati,  menjalin  kasih sayang, maka  akan berbuah tolong menolong, atau bantu membantu sehingga kemudian akan berakhir dengan hilangnya kesenjangan itu.
 
Islam  mengajarkan  tentang shadaqoh,  zakat, dan infaq. Pemberian sesuatu kepada orang lain berupa infaq, supaya dilaksanakan baik dalam keadaan sempit dan lapang. Artinya, infaq seharusnya dilakukan pada setiap waktu. Dan infaq itu adalah sebagai bentuk atau wujud kasih sayang di antara sesama. Islam mengajarkan kebersamaan atau berjama’ah.
 Hubungan-hubungan sosial menurut ajaran Islam harus dilakukan atas dasar kasih sayang ini. Kegiatan  apapun manakala didasari oleh sifat mulia, yaitu kasih sayang maka akan melahirkan kedamaian dan ketenteraman. Sebaliknya, kasih sayang akan menghilangkan  rasa permusuhan, saling membenci, melukai, dan memusnahkan. Terjadinya bentrokan di mana-mana pada akhir-akhir ini sebenarnya menggamabarkan bahwa sifat mulia, yaitu kasih sayang belum tertanam secara kokoh di hati umat dan bangsa ini.  

Wallahu a’lam.

Senin, 10 Juni 2013

KESALAHAN TEORI DARWIN






Darwinisme mengemukakan bahwa terdapat fosil-fosil bentuk peralihan, namun kenyataannya tidak ditemukan … Darwinisme mengemukakan bukti ilmiah yang tidak absah … Meskipun seluruh fosil yang telah ditemukan dengan jelas membuktikan penciptaan, Darwinisme bersikukuh menyatakan hal yang sama sekali bertolak belakang … Teori ini berupaya meyakinkan orang untuk mempercayai bahwa para seniman, ilmuwan dan profesor dapat terbentuk sebagai hasil dari ketidaksengajaan, melalui pembentukan protein-protein, yang memiliki peluang pembentukan secara kebetulan sebesar 1 per 10950, dengan kata lan “sebuah kemustahilan”. Darwinisme bahkan berusaha menjadikan orang percaya bahwa para profesor yang terbentuk dengan cara seperti ini mendirikan universitas-universitas untuk mengkaji bagaimana diri mereka sendiri muncul menjadi ada secara tidak disengaja atau kebetulan.
Darwinisme menganggap kromosom di dalam sel makhluk hidup yang mengandung kode informasi lebih banyak daripada sebuah perpustakaan raksasa sebagai buah karya peristiwa kebetulan semata … Teori ini menyatakan bahwa kekuatan mahahebat dari peristiwa kebetulan menjadikan atom-atom yang tidak dapat melihat, mendengar dan berpikir berubah menjadi manusia yang dapat melihat, mendengar, merasakan, berpikir dan berkesadaran… Bagi Darwinisme, peristiwa kebetulan atau ketidaksengajaan adalah tuhan yang melakukan karya-karya luar biasa. Dalam uraian ini akan Anda pahami betapa mantra hitam Darwinisme ini telah terhapuskan.
1. Darwinisme tidak lagi mampu mengatakan bahwa protein dapat terbentuk melalui evolusi. Sebab peluang terbentuknya satu protein saja dengan urutan yang benar secara acak  adalah 1 per 10950, sebuah angka yang menunjukkan kemustahilan secara matematis.
2. Darwinisme tidak lagi merujuk kepada fosil-fosil sebagai bukti terjadinya evolusi. Hal ini dikarenakan seluruh penggalian yang dilakukan di seluruh dunia dari pertengahan abad ke-19 hingga hari ini, tak satu pun dari “bentuk-bentuk peralihan” yang menurut para evolusionis seharusnya ada dalam jumlah jutaan ternyata tidak pernah ditemukan. Telah disadari bahwa bentuk-bentuk “mata rantai” ini tidak lain hanyalah sebuah kisah khayalan.
3. Para evolusionis berputus asa di hadapan fosil-fosil yang berjumlah tak berhingga yang telah berhasil digali hingga saat ini. Hal ini disebabkan semua fosil-fosil ini memiliki seluruh ciri-ciri yang mendukung dan membuktikan penciptaan.
4. Para evolusionis tidak lagi mampu menyatakan bahwa Archaeopteryx adalah nenek moyang burung, sebab penelitian terkini terhadap fosil-fosil Archaeopteryx telah sama sekali menggugurkan pernyataan bahwa Archaeopteryx adalah makhluk “setengah-burung.” Telah diketahui bahwa Archaeopteryx memiliki struktur anatomi dan otak yang sempurna yang diperlukan untuk terbang, dengan kata lain Archaeopteryx adalah seekor burung sejati, dan “dongeng khayal tentang evolusi burung” tidak lagi dapat dipertahankan keabsahannya.
5. Darwinisme tidak lagi dapat menggunakan urutan palsu yang dikenal sebagai “silsilah evolusi kuda.” Telah diketahui bahwa urutan silsilah palsu ini tersusun dari sejumlah spesies terpisah yang hidup di zaman yang berbeda dan di wilayah yang berbeda.
6. Darwinisme tidak lagi dapat menggunakan fosil yang dikenal sebagai Coelocanth untuk mendukung dongeng khayal peralihan dari air ke darat, sebab sejak pernyataan tersebut dikemukakan diketahui bahwa makhluk ini, yang sebelumnya dikukuhkan sebagai bentuk peralihan yang punah, ternyata ikan yang menghuni dasar lautan yang kini masih hidup, dan lebih dari 200 ikan hidup dari jenis tersebut hingga kini telah berhasil ditangkap.
7. Darwinisme tidak mampu lagi menyatakan bahwa makhluk hidup seperti Ramapithecus dan serangkaian Australopithecus (A. Bosei, A. Robustus, A. Aferensis, Africanus dst.) adalah para nenek moyang manusia. Hal ini disebabkan penelitian terhadap fosil-fosil ini telah memperlihatkan bahwa semua makhluk ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan manusia dan merupakan spesies-spesies kera sejati yang punah.
8. Darwinisme tidak akan lagi mampu membohongi masyarakat dengan gambar-gambar rekonstruksi [reka ulang], sebab para ilmuwan telah dengan jelas mengungkapkan bahwa rekonstruksi ini, yang didasarkan pada sisa-sisa tubuh hewan yang pernah hidup di masa lalu, tidaklah bernilai ilmiah dan sama sekali tidak dapat dipercaya.
9. Darwinisme tidak mampu lagi mengemukakan “Manusia Piltdown” sebagai bukti bagi evolusi, sebab penelitian menunjukkan bahwa fosil seperti “Manusia Piltdown” tidak pernah ada dan selama 40 tahun masyarakat telah dibohongi dengan sepotong rahang orang hutan yang direkatkan pada sebongkah tengkorak manusia.
10. Darwinisme tidak dapat lagi menyatakan bahwa “Manusia Nebraska” dan keluarganya membenarkan evolusi, sebab telah dikukuhkan bahwa fosil-fosil gigi geraham yang dijadikan bukti bagi kisah “Manusia Nebraska” ternyata milik sejenis babi liar yang telah punah.
11. Darwinisme tidak lagi mampu menyatakan bahwa seleksi alam mendorong terjadinya evolusi, sebab telah dibuktikan secara ilmiah bahwa mekanisme yang dimaksud tidak dapat menyebabkan makhluk hidup berevolusi dan tidak dapat menyebabkan mereka memperoleh sifat-sifat baru.
Para pendukung Darwinisme telah melakukan banyak sekali penyebaran informasi keliru sebagaimana disebutkan di atas, dan waktu telah mengungkap bahwa semua hal tersebut tidaklah benar. Misalnya, telah diketahui bahwa mutasi yang dulunya dinyatakan memiliki daya evolusi ternyata malah sama sekali bersifat merusak, dan berdampak menimbulkan penyakit, cacat atau kematian, dan bukan perbaikan… Telah diketahui bahwa struktur pada embrio manusia yang dulunya dikatakan oleh para Darwinis sebagai insang ternyata adalah cikal bakal saluran telinga bagian tengah, kelenjar paratiroid and kelenjar timus. Telah terungkap pula bahwa perubahan-perubahan telah sengaja dilakukan pada gambar-gambar embrio untuk memberi dukungan pada evolusi. Telah diketahui bahwa informasi genetik bagi kekebalan terhadap berbagai antibiotik yang terdapat pada bakteri ternyata telah ada pada DNA mereka “sejak saat bakteri tersebut ada di dunia ini”…

ALQUR'AN BICARA KENAIKAN ISA AL MASIH

Sebenarnya Al Qur’an sudah menjelaskan tentang persoalan ini, yaitu dalam surat Ali Imran/3:55:
“(Ingatlah) tatkala Allah berfirman: Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepadaKu, da
n membersihkan engkau dari pada orang­orang kafir, dan akan menjadikan orang­orang yang mengikuti engkau lebih tinggi dari orang-orang kafir itu sampai hari kiamat. Maka kepada Akulah tempat kembali, maka akan Aku putuskan nanti di antara kamu dari hal yang telah kamu perselisihkan padanya itu.”
 
Ada dua kelompok penafsiran yang berbeda terhadap ayat diatas, terutama disebabkan dalam mengartikan dua kata yaitu “mutawaffika” dan “rafi’uka ilayya”. Kelompok Pertama, mengartikan kata “mutawaffika” sebagai “menyempurnakanmu” atau “menggenggamu.” Sedangkan kata “rafiuka ilayya” diartikan sebagai mengangkatmu kepadaKu (mengangkat Isa Al Masih ke langit).
Kelompok Kedua mengartikan kata “Mutawaffika” dengan “mewafatkan” dan “rafi’uka ilayva” dengan mengangkat (derajat Isa Al Masih).

Pendapat yang terakhir ini diantaranya dikemukakan oleh beberapa ulama sebagai berikut:
Prof. Dr. KH. Hasbullah Bakry, SH. dalam bukunya “Isa dalam Al Qur’an Muhamrrrad dalam Bibel,” (Jakarta, 1987) cet. Ke-8, hal. 19, 52 dan 53 menjelaskan:

“Tuhan mematikan (Isa) sebagai kematian biasa (bukan dibunuh) dan Tuhan mengangkat derajat orang-orang yang mengikutinya lebih tinggi dari orang-orang yang menentangnya.”
“Tradisi Kristen menurut Injil serta pendapat sebagian umat Islam menyatakan bahwa Nabi Isa setelah
Khotbah perpisahannya di bukit Zaitun lalu berangkat terbang ke langit lalu duduk disamping Tuhan dan nanti akan turun lagi meng-islamkan umat Nasrani adalah sangat bertentangan dengan tradisi agama-agama Tuhan sendiri sejak Nabi Adam. Umat Islam menerima tradisi itu dari tradisi umat Kristen atau pendapat itu dibawa oleh orang-orang Nasrani yang amat banyak masuk Islam setelah Mesir dan Syria dibebaskan umat Islam dari jajahan Romawi.

Prof. Dr. HAMKA, dalam tafsir Al Azhar (Jakarta, 1988) Juz ItI, hal. 181, menjelaskan:
“Arti yang tepat dari ayat ini ialah bahwa maksud orang-orang kafir itu hendak menjadikan Isa Al Masih mati dihukum bunuh, sebagai yang dikenal yaitu dipalangkan dengan kayu, tidaklah akan berhasil. Tetapi Nabi Isa Al Masih akan wafat dengan sewajarnya dan sesudah beliau wafat, beliau akan diangkat Tuhan ke tempat yang mulia di sisiNya dan bersihkan diri beliau dari pada gangguan orang yang kafir-kafir itu.”
“Maka dari itu arti pemahaman Dia (Isa) akan diangkat ke sisi Tuhan, ialah sebagai Nabi Idris yang diangkat derajatnya ke tempat yang tinggi, sebagaimana tersebut di dalam surat Maryam (surat 19 ayat 57). Begitu juga orang yang mati syahid di dalam surat Ali Imran ayat 169, dikatakan bahwa dia tetap hidup.”
Al Alusi, dalam Tafsirnya yang terkenal Ruhul Ma’ani (Darul Kutub Al Ilmiyah, Beirut, 1994), jilid III, ha1.179 memberikan pendapat tentang Mutawaffika, yang artinya telah mematikan engkau, yaitu menyempurnakan ajal engkau (mustaufi ajalaka) dan mematikan engkau menurut jalan biasa, tidak sampai dapat dikuasai oleh musuh yang hendak membunuh engkau.

Beliau menjelaskan lagi bahwa arti warafi’uka ilayya (dan mengangkat engkau kepadaKu), telah mengangkat derajat beliau, memuliakan beliau, mendudukkan beliau ditempat yang tinggi, yaitu ruh beliau sesudah mati. Bukan mengangkat badannya. Lalu Al Alusi mengemukakan beberapa kata rafa’a yang berarti “mengangkat” dari beberapa ayat Al Qur’an yang tiada lain artinya adalah mengangkat kemuliaan ruhani sesudah meninggal.

Syaikh Muhammad Abduh, dalam Tafsir Al Manar jilid II, hal 316, menjelaskan:
“Ulama dalam menafsirkan ayat ini menempuh dua jalan. Yang pertama bahwa dia diangkat Allah dengan tubuhnya dalam keadaan hidup. Dan nanti dia akan turun kembali di akhir zaman dan menghukum diantara manusia dengan syariat kita. Penafsiran yang kedua ialah memahamkan ayat menurut asli yang tertulis, mengambil arti tawaffa dengan maknanya yang nyata, yaitu mati seperti biasa, dan rafa’a (angkat), ialah ruhnya diangkat sesudah beliau mati…”
Kata beliau pula:

“Golongan ini, terhadap golongan pertama yang menyatakan Nabi Isa telah naik ke langit dan akan turun kembali, mereka mengeluarkan kesimpulan hadits-hadits itu ialah hadits-hadits ahad yang bersangkut paut dengan kepercayaan yang tidaklah dapat diambil kalau tidak qoth’i (tegas). Padahal perkara ini tidak ada sama sekali hadits yang mutawatir.”
Sayid Rasyid Ridha dalam Majalah Al Manar, juz 10 hal 28, seperti dikutip Hamka dalam Tafsir Al Azhar (Pustaka Panjimas, 1988) Juz III, hal. 183, pernah menjawab pertanyaan dari Tunisia.
“Bagaimana keadaan Nabi Isa sekarang? Dimana tubuh dan nyawanya? Bagaimana pendapat tuan tentang ayat inni mutawaffika wa rafi’uka? Kalau memang dia sekarang masih hidup, sebagaimana di dunia, dari mana dia mendapat makanan yang amat diperlukan bagi tubuh jasmani itu? Sebagaimana yang telah menjadi sunnatullah atas makhluknya?”
Atas pertanyaan itu, Sayid Rasyid Ridha menguraikan jawabannya:
“Tidak ada nash yang sharih (tegas) di dalam Al-Qur’an bahwa Nabi Isa telah diangkat dengan tubuh dan nyawa ke langit dan hidup disana seperti di dunia ini, sehingga perlu menurut sunnatullah tentang makan dan minum, sehingga menimhulkan pertanyaan tentang makanan beliau sehari-hari. Dan tidak pula ada nash yang sharih menyatakan beliau akan turun dari langit. Itu hanyalah aqidah dari kebanyakan orang Nasrani, sedang mereka itu telah berusaha sejak lahirnya Islam menyebarkan kepercayaan ini di dalam kalangan muslimin.
Beliau menegaskan:
“Ini adalah masalah khilafiyah.”

Ahmad Mustofa Al Maraghi, dalam Tafsir Al Maroghi (Syarikah Maktabah Wa Mathba’ah Mustafa Albabi Alhalabi, 1946), jilid I, juz ke-3 ha1.165 menjelaskan:
“Tidak ada dalam Al-Qur’an suatu nash yang sharih dan putus tentang Isa a.s diangkat ke langit dengan tubuh dan nyawanya. Adapun sabda Tuhan mengatakan bahwa: Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau daripada orang-orang kafir itu, jelaslah bahwa Allah mewafatkannya dan mengangkatnya, zahiriah (nyata) dengan diangkatnya sesudah wafat itu, yaitu diangkat derajatnya di sisi Allah. Sebagaimana Idris a.s dikatakan Tuhan: “Dan kami angkatkan dia ke tempat yang tinggi.”
“Hadits-hadits yang menyatakan bahwa Nabi Isa masih hidup (jasmani dan ruhani) dan akan turun dari langit, tidaklah sampai kepada derajat hadits­hadits yang mutawatir. Oleh karena itu maka tidaklah wajib seorang mulim beri’tikad bahwa Isa Al Masih sekarang hidup dengan tubuh dan nyawanya, dan orang yang menjalani aqidah ini tidaklah kafir dari syariat Islam.”
Syaikh Mahmoud Shaltout, Syaikh Jami’ Al Azhar (meninggal tahun 1963) seperti yang disiarkan mingguan Ar Risalah, yang terbit di Mesir, No 452 jilid 10 hal 515, seperti dikutip Hamka (Tafsir Al Azhar, 1988) cet. Ke-3 hal 317, memberikan pendapat tentang hadits-hadits yang menyatakan bahwa Nabi Isa akan turun:
“Riwayat-riwayat itu adalah kacau balau, berlain-lain saja lafadnya dan maknanya yang tidak dapat dipertemukan. Kekacau balauan ini dijelaskan benar-benar oleh ulama hadits. Dan diatas dari itu semua, yang membawa riwayat ini ialah Wahab bin Munabbih dan Kaab Al Ahkbar, keduanya itu ialah ahlul kitab yang kemudian memeluk Islam.”
“Adapula hadits yang dirawikan Abu Hurairah tentang Nabi Isa akan turun, apabila hadits itu shahih, namun dia adala.h hadits ahad. Dan ulama telah ijma’ bahwa hadits ahad tidak berfaedah untuk dijadikan dasar aqidah dan tidak sah dipegang dalam urusan yang ghaib.”
Syaikh Abdul Karim Amrullah, Ulama besar Indonesia dalam bukunya Al Qoulus Shahih, 1924.
“Nabi Isa meninggal dunia menurut ajalnya dan diangkat derajat beliau di sisi Allah, jadi bukan tubuhnya diangkat ke langit.”
Dr. Quraish Shihab, dalam harian Republika, hal 10 tanggal 18 Nopember 1994:
“Bahwa Isa a.s kini masih hidup di langit, bukanlah satu kewajiban untuk mempercayainya, serta beberapa hadits yang berkaitan dengan kenaikan Isa Al Masih dan akan turunnya kelak menjelang kiamat. Hadits-hadits tersebut walaupun banyak kesemuanya bermuara pada dua orang saja, yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu Ka’ab Al Akhbar dan Wahab bin Munabbih. Tidak sedikit ulama yang menilai bahwa informasi mereka pada hakekatnya bersandar dari sisa kepercayaan kedua perowi hadits­hadits itu.”
Dari beberapa pendapat ulama diatas, dapat disimpulkan bahwa:
  1. Isa Al Masih telah diwafatkan oleh Allah. Seperti manusia lain, beliau pun, akan terkena sunnatullah kematian “Setiap nafs (yang berjiwa), akan menghadapi kematian” (Ali Imran/3:185).
  2. Bahwa Isa Al Masih akan diangkat Allah bukan dalam arti diangkat secara fisik, melainkan derajatnya. Penggunaan kata rafa’a seperti ini bisa juga kita temui dalam surat Al Mujadilah/58:11 “….Allah akan mengangkat orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” Makna pengangkatan yang sama juga diberikan kepada Nabi Idris (Maryam/19:57).
  3. Bahwa hadits-hadits Nabi saw yang melukiskan akan tibanya suatu periode dimana Isa akan mengoreksi keislaman bani Israil yang menyeleweng dari syariat Nabi Musa, atau menyebut Isa Al Masih berada di langit atau masih hidup hingga kini, tidak bisa dijadikan pedoman yang kokoh. Kesimpulan tersebut diambil dari beberapa fakta dibawah ini: Pertama, Hadits-hadits tersebut termasuk hadits ahad, sehingga tidak bisa dijadikan pedoman dalam soal aqidah. Kedua, walaupun menurut Bukhari sanadnya shahih tetapi karena matannya mungkin bersinggung balik dengan Al-Qur’an yang dengan tegas mengatakan bahwa Isa Al Masih telah wafat maka untuk menghindari kesalahpahaman seperti yang terjadi ada jama’ah Ahmadiyah Qodian, hadits tersebut lebih baik ditinggalkan saja. Ketiga, hadits-hadits tersebut, bermuara pada dua orang saja, yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu Ka’ab Al Akhbar dan Wahab bin Munabbih (yang masih punya keterkaitan pada kepercayaan lamanya).
Dari logika saja, bagaimana Isa Al Masih hidup dilangit itu? Apakah Tuhan ada di langit? Langit itu walau bagaimanapun juga luasnya berarti dalam lingkungan ruang dan waktu, sedang Tuhan tidak dibatasi ruang dan waktu, laitsa kamitslihi syaiun.
Bagaimana Isa Al Masih dengan tubuh jasmaninya hidup di langit yang udaranya diluar kesanggupan paru-paru insani? Atau apakah Isa Al Masih di sana dalam keadaan alam ruhani saja? Kalau demikian maka kondisi tersebut sama dengan manusia lainnya yang telah mati, mereka hidup dalam alam ruhani di luar ukuran dunia fana ini. Sehingga tidak perlu dipersoalkan lagi.
Boleh jadi juga orang-orang Kristen dan sebagian orang-orang Islam yang menyandarkan bahwa Isa Al Masih duduk di kanan Allah itu karena ayat Al-Qur’an berbunyi: “… dan adalah Isa salah seorang yang dekat pada Allah (minal maqarrabin) .”
Dekat disini bukan berarti dekat dalam ukuran ruang dan waktu tatapi dekat dalam arti ruhani, maksudnya beliau sangat mulia di sisi Allah karena iman dan taqwanya pada Allah. Dan kita jangan keliru bahwa ayat ini menunjukkan bahwa Isa Al Masih hanyalah salah seorang saja dari antara orang-orang yang dekat pada Allah. Jadi kaum “muqarrabin” itu jumlahnya banyak sekali, dan yang sudah tergolong “muqarrabin” itu ialah para nabi dan para wali, orang-orang yang saleh dan taqwa pada Allah. Jadi tidak seharusnya hanya Isa Al Masih saja yang dianggap dekat pada Allah.
Sedangkan pendapat sehagian ulama bahwa Isa Al Masih masih hidup di surga justru dipakai oleh kalangan Kristen untuk menyatakan bahwa orang Islam pun mengakui kalau Yesus hidup di surga dengan Tuhan. Maka siapa yang bisa berdampingan dengan Tuhan kalau bukan Tuhan?
Jika pemahaman itu merasuk pada umat Islam, maka dua doktrin umat Kristen Kebangkitan, Kenaikan dan Ketuhanan Yesus dengan mudah juga diterima umat Islam.
Mempertanyakan kebangkitan dan Kenaikan Isa Al-Masih
Kata Pengantar:
Muhammad Imaduddin Abdulrahim
Penulis
Hj. Irena Handono

ANTARA ISA DAN MUHAMMAD


Ada sebuah klaim bahwa sesudah periode Nabi Isa al-Masih akan datang seorang Parakletos dengan sifat Hagios pneuma (lihat Injil Yohanes pasal 14 ayat 26) menjadi alasan positip bagi timbulnya hadis-hadis seperti ini yang mengisyaratkan kesamaan misi dan ajaran antara Yesus dan Muhammad.Sehingga eksistensi Muhammad dijadikan sandaran yang cukup kuat untuk membenarkan kedatangan ulang Yesus dengan syariat yang dibawa oleh Muhammad bagi para penafsir al-Qur’an dimasa lalu yang mendapat masukan dari mantan Kristen. Padahal justru keberadaan Yesus dengan syariat Muhammad memberikan gambaran negatip terhadap kesempurnaan Islam yang ada pada ajaran Muhammad itu sendiri. 

Sebagai Nabi yang bersifat universal, seolah misi Muhammad dianggap gagal dan harus ditegakkan ulang oleh Nabi sebelumnya yang hanya bersifat lokal. Jika kita mau jujur dengan fakta, kenapa harus Nabi Isa seorang yang dibangkitkan ? kenapa Nabi Musa tidak juga di-ikut sertakan ?Padahal hak pengembalian umat kejalan Tuhan, adalah haknya setiap Nabi yang ada dimasa lalu dan menjadi tanggung jawab mereka terhadap ajaran yang mereka bawa. 

Dalam hal ini Nabi Musa, Ibrahim, Yunus, Daud, Sulaiman atau bila memang Zoroaster dan Sidharta itu nabi maka Zoroaster dan Sidhartapun juga punya hak yang sama dengan Isa al-Masih. Masalahnya yang salah jalan bukan hanya umatnya Nabi Isa al-Masih, tetapi juga umat Hindhu, umat Budha, umat Zoroaster, umat Yahudi Unitarian (beda dengan umat Yahudi yang trinitarian). Lalu kenapa harus Isa ?
Dunia menjadi saksi pembantaian umat Islam di Palestina. Semuanya ulah bangsa Yahudi yang pernah menolak eksistensi kenabian Isa, mereka hanya bersyariat kepada Musa. Apa mereka tidak lebih pantas diluruskan daripada umatnya Isa ? jika patokannya adalah urusan ketuhanan, okelah umat Yahudi kita sebut bertauhid, maka bagaimana dengan umat Budha, Hindu, Zoroaster yang juga menyimpang dari Tauhid? Bukankah inilah yang menjadi tugasnya dari Nabi Muhammad ?

Bila memang Tuhan katakanlah menganggap perlu untuk mempertahankan eksistensi Nabi Isa al-Masih sehingga beliau tetap hidup sampai hari ini. Kenapa Dia tidak membiarkan Isa untuk tetap panjang usia sampai hari ini tanpa harus mengutus Muhammad terlebih dahulu ? Atau kenapa al-Qur’an tidak diberikan saja langsung pada Nabi Isa al-Masih dan membuatnya sekaligus sebagai seorang Nabi yang universal tanpa harus dibatasi kedaerahan dan kesukuan ?
Sebab dengan pemaksaan kehadiran Isa al-Masih untuk kedua kali diakhir zaman, ini sama saja dengan menganggap eksistensi Muhammad tidak berarti apa-apa. Maha Suci Allah dari apa yang sudah kita persangkakan– Sesungguhnya Dia sudah menurunkan wahyu-Nya dengan jelas mengenai perkara ini dan sama sekali tidak membingungkan.
Muhammad merangkum semua misi kelokalan yang pernah ada dimasa lalu dan menjadi satu misi universal, lintas bangsa dan daerah. Beliaulah dengan al-Qur’annya yang bertugas untuk meluruskan kekeliruan manusia dalam mengamalkan ajaran agama mereka yang dinisbatkan pada ajaran para Nabi dan Rasul Tuhan terdahulu.
Muhammad akan mencakup semua kedaerahan yang pernah ada dimasa silam, tidak hanya pada bangsa Israel, tetapi juga pada semua umat yang kepadanya sudah pernah diutus para Nabi dan Rasul.
Oleh karena itu maka ditinjau dari sudut pandang ini, pengutusan Nabi Isa untuk kedua kalinya, secara tidak langsung akan Membatalkan fungsi Khatamun Nabiyyin dari Muhammad, membatasi keuniversalan misi beliau serta menganggap Islam yang diturunkan kepada Muhammad masih belum cukup sempurna dan efektif sehingga masih harus disempurnakan oleh seorang Nabi lainnya.
Hadis-hadis tentang kemunculan Imam Mahdi dan berbagai fenomena akhir zaman terdiri dari puluhan dan bahkan mungkin ratusan buah. Dari jumlah yang banyak tersebut tidak semuanya menyebut eksistensi Nabi Isa al-Masih. Sehingga kepercayaan kita pada kehadiran Imam Mahdi dengan beragam kejadian yang menyertainya bisa saja dilepaskan dari kehadiran Nabi terakhir untuk umat Bani Isael tersebut

KEBENARAN TENTANG NABI ISA DALAM PERSPEKTIF ISLAM




Ditinjau dari runutan sejarah, ide turunnya Nabi Isa al-Masih menjelang akhir zaman pada awalnya berpangkal pada ide yang ada dalam teologi Kristiani. Hal ini logis sekali karena memang gagasan tersebut jauh lebih dahulu eksis ketimbang penafsiran yang ada didalam ajaran Islam yang baru ada 600 tahun hadir setelahnya.
Adapun penafsiran bahwa Yesus naik kelangit dan akan turun kembali dari langit dalam teologi Kristiani bersumber pada sejumlah ayat dari Alkitab di Perjanjian Baru. Misalnya Kisah para Rasul pasal 1 ayat 9 sampai dengan 11:
Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutupnya dari pandangan mereka. Ketika mereka sedang menatap kelangit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: “Hai orang-orang Galilea (yaitu wilayah dimana Yesus paling sering berada dan melayani), mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat dia naik ke surga”.
Jadi seperti halnya Yesus yang terangkat naik ke langit, maka nanti akan turun dari langit pula. Demikian pemahaman yang ada dalam teologi Kristiani. Kenaikan Yesus tersebut, terjadi setelah beliau diceritakan selamat dari peristiwa penyaliban yang dikenakan pada dirinya dan kembali ketengah komunitas para murid serta keluarga besar lainnya di Yerusalem.
Injil Lukas mencatat bahwa setelah pertemuan terakhirnya dengan para murid, Yesus atau Nabi Isa mengajak mereka semuanya keluar dari kota Yerusalem sampai didekat perbatasan kampung Bethani.
Lalu Yesus membawa mereka ke luar kota sampai dekat Betania. Di situ Ia mengangkat tangannya dan memberkati mereka. Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke sorga. (Injil Lukas [24] :50-51)
Adapun mengenai isu terangkatnya Nabi Isa kelangit dalam perspektif Islam, selalu dikaitkan dengan ayat pada surah An-Nisaa [4] ayat 157-158 dan surah Ali Imran [3] :55 yang dianggap membenarkan konsep tersebut yang sebenarnya hanya sebuah adopsi dari kepercayaan kaum Kristiani :
Dan perkataan mereka: “Bahwa kami telah membunuh Al-Masih Isa putera Maryam, Rasul Allah”, padahal tidaklah mereka membunuhnya dan tidak juga menyalibnya, tetapi diserupakan untuk  mereka. Orang-orang yang berselisihan tentangnya selalu dalam keraguan mengenainya. Tiada pengetahuan mereka kecuali mengikuti dugaan, dan tidaklah mereka yakin telah membunuhnya. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisaa [4] :157-158)
Ketika Allah berkata: “Hai ‘Isa ! Sesungguhnya Aku akan mewafatkanmu dan akan mengangkat kamu kepadaKu serta akan membersihkan kamu dari mereka yang kafir…” (QS Ali Imran [3] :55)
Jika kita ingin jujur terhadap nash al-Qur’an diatas maka sebenarnya ayat-ayat tersebut malah sama sekali tidak ada keharusan untuk memaknai pengangkatan Nabi Isa secara fisik keatas langit sebagaimana yang terdapat dalam nash-nash di Alkitab. Kata asli untuk istilah “penyerupaan” dalam konteks surah An-Nisaa [4] :157 adalah “Syubibha lahum”.
Istilah ini ditafsirkan oleh sebagian orang dilakukan oleh Allah terhadap diri Nabi Isa al-Masih dengan proses substitusi atau pergantian wajah antara Nabi Isa dengan seseorang. Tetapi sebagian lagi memberi penafsiran dilakukan oleh Allah dengan membuat Nabi Isa al-Masih seolah berhasil dibunuh padahal beliau hanya dipingsankan oleh Allah yang akhirnya berhasil selamat. Jadi penyerupaan ini berlaku terhadap keterbunuhan diatas kayu salib.
Pihak pertama lalu menghubungkan penyerupaan dalam tafsirnya itu kepada pengangkatan yang diceritakan pada ayat selanjutnya [158] ditambah dukungan pada surah Ali Imran ayat 55. Istilah pengangkatan itu berasal dari kata “Rafa’a”.
Sehingga menurut mereka, menjadi bersesuaian maksudnya dengan penyerupaan yang terjadi pada ayat yang membahas penyaliban. Sehingga akhirnya muncullah terjemahan untuk surah An-Nisaa [4] :157 seperti berikut ini :
 “Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa”.
Padahal terjemahan tersebut bila ditinjau dari sisi lahiriah ayatnya sama sekali tidak bercerita mengenai penyerupaan Nabi Isa terhadap orang lain. Begitupula dalam hal ketidakyakinan orang-orang Israel atas orang yang mereka hukum adalah Nabi Isa. Ini merupakan bentuk penafsiran belaka dan bukan penterjemahan dari ayat yang sesungguhnya.
(Sekali lagi, silahkan merujuk pada tulisan saya  : “Apakah Nabi Isa disamarkan wajahnya ?”  yang bisa anda akses pada link http://arsiparmansyah.wordpress.com/2011/12/12/apakah-nabi-isa-disamarkan-wajahnya/ )
Gagasan naiknya seseorang kelangit antah berantah bila kita tarik lebih jauh lagi merupakan ide yang diambil dari kitab-kitab Perjanjian Lama yang masih sangat perlu untuk dikritisi. Misalnya :
Tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia kelangit dalam angin badai. (2 Raja-raja [2] :11)
Jadi Henokh mencapai umur tiga ratus enam puluh lima tahun. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah. (Kejadian [5] :23-24)
Akan halnya penafsiran al-Qur’an surah Ali Imran ayat 55 yang dianggap mendukung pengangkatan Nabi Isa kelangit juga kurang tepat. Istilah pengunaan kata “Raf’a” pada sejumlah ayat al-Qur’an (seperti [7]:174, [12]:76, [24]:36, dan [58]:11) semuanya menunjukan kepada pengertian pengangkatan maqam atau derajat dan bukan secara jasmaniyah. Begitupula dengan maksud dari kata “Mutawaffika”  yang berarti mewafatkan. Dalam konteks surah Ali Imran [3] :55, makna dari “Tawaffa” adalah “Imatah” (mematikan), dan kematian itu telah terjadi sebelum Nabi Isa disebut telah diangkat oleh Allah. Ayat tersebut tidak bisa diputarbalikkan menjadi seperti ini:
Ketika Allah berkata: “Hai ‘Isa ! Sesungguhnya Akulah yang mengangkatmu kepadaKu dan yang mewafatkanmu.
Sebab hal yang demikian menyebabkan seolah-olah menganggap Allah telah salah menempatkan susunan kata didalam firman-Nya yang berimplikasi kepada penistaan atas kemahasempurnaan dan kemahatahuan ilahiah-Nya. Kiranya susunan ayat itu sudah sangat jelas dan tidak perlu ditukar-tukar tempatnya oleh siapapun juga sebab dengan perbuatan-perbuatan semacam ini terpaksa  akan menyebabkan firman-firman  Allah  perlu  dirubah  -sebagaimana halnya orang-orang Yahudi yang  merubah-rubah perkataan-perkataan dari tempatnya dan ini jelas sangat tercela didalam Islam. Ayat tersebut harus tetap diartikan sesuai apa yang sudah diwahyukan :
Ketika Allah berkata: “Hai ‘Isa ! Sesungguhnya Aku akan mewafatkanmu dan akan mengangkat kamu kepadaKu
Jadi ungkapan “Muttawaffika” harus tetap diartikan bahwa: Aku akan melindungi engkau wahai Isa, dari mati terbunuh  oleh kaum itu dan akan menganugerahi engkau umur panjang yang  sudah  ditetapkan bagi engkau, dan akan membuat engkau  mati secara  biasa (wajar).;  Penggunaan kata “rafi’uka  ilayya” (mengangkat  engkau  kepada-Ku) bisa ditarik persamaan dalam beberapa ayat al-Qur’an lainnya, seperti : “Rumah-rumah  yang diperintahkan Allah supaya  mereka  diangkat (turfa’a)” dalam surah An-Nuur (24) ayat 36 atau “Dan  amal salih yang akan dia angkat (yarfa’ahu) dalam surah Faathir (35) ayat 10 atau  “Allah akan mengangkat (yarfa’i) orang-orang yang beriman dari kamu.” pada surah al-Mujaadilah (58) ayat 11.
Dengan demikian, penggunaan kata rafa’a tidak selalu harus dalam  arti harfiah seperti kita mengangkat batu dari tanah keudara melainkan bisa juga dalam arti metafora yaitu dengan memberikan kedudukan, kehormatan dan martabat yang tinggi disisi Allah. Inilah yang seharusnya menjadi tafsir dan pemahaman ayat ini. Allah berfirman dalam Al-Qur’an :
 Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya para Rasul. (QS. Ali Imran [3] :144)
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? (QS. Al-Anbiya [21] :34)
Rasanya ayat-ayat ini sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa Nabi Isa al-Masih memang tidak diangkat dalam keadaan fisik atau berbadan jasmani. Lebih tepatnya tidak dalam keadaan masih hidup. Hal ini dikukuhkan juga oleh sabda Nabi Isa sendiri didalam al-Qur’an yang isinya sebagai berikut :
Wakuntu ‘alayhim syahiidan maa dumtu fiihim falammaa tawaffaytanii kunta anta (al)rraqiiba ‘alayhim wa-anta ‘alaa kulli syay-in syahiid(un)
Artinya : Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. (QS. Al-Ma’idah [5] :117)
Dalam salah satu hadis riwayat Imam Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas diceritakan, Rasulullah bersabda, “Wahai manusia, kalian semua akan dikumpulkan dihadapan Allah dengan bertelanjang kaki, tidak berpakaian serta tidak berkhitan. Lalu beliau (mengutip ayat al-Qur’an dan) berkata, “Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, maka begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (QS. Al-Anbiyaa [21] :104).
Nabi lalu berkata, “Orang pertama yang dibangkitkan dalam keadaan berpakaian pada hari kiamat adalah Ibrahim. Lalu beberapa orang dari sahabatku akan digiring menuju neraka. Aku akan berkata, “Wahai Tuhan, mereka adalah sahabat-sahabatku!”, lalu terdengar jawaban, “Engkau tidak mengetahui apa yang mereka lakukan sepeninggalmu”. Aku akan mengatakan seperti hamba yang saleh (yaitu Nabi Isa) berkata : “adalah aku menjadi saksi terhadap mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka”. (QS. Al-Ma’idah [5] :117). Lalu akan dikatakan, “Ini adalah orang-orang yang menjadi murtad setelah engkau meninggalkan mereka” (HR. Bukhari dengan nomor hadis 149, Vol. 6 dari kitab shahihnya)
Firman Allah yang berbunyi, “Wa-innahu la’ilmun li(l)ssaa’ati falaa tamtarunna bihaa wa(i)ttabi’uuni haadzaa shiraathun mustaqiim(un) [Dan Sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. inilah jalan yang lurus (QS. Az-Zukhruf [43] :61)] bukan bercerita tentang turunnya Nabi Isa diakhir zaman. Bila kita melihat susunan ayat ini sesudahnya maka akan jelaslah bahwa konteks ayat tersebut bercerita mengenai eksistensi Nabi Isa pada waktu beliau diutus ditengah Bani Israel pada masa lalu.
Dan tatkala Isa datang membawa keterangan dia berkata: “Sesungguhnya Aku datang kepadamu dengan membawa hikmat dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya, Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah (kepada) ku. Sesungguhnya Allah dialah Tuhanku dan Tuhan kamu. Maka sembahlah Dia, Ini adalah jalan yang lurus”. Maka berselisihlah golongan-golongan (yang terdapat) di antara mereka, lalu Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang zalim yakni siksaan hari yang pedih. (QS. Az-Zukhruf [43] :63-65)
Kita tahu bahwa sebagian besar Bani Israel, telah mereka menolak kenabian Isa al-Masih. Bermacam-macam fitnah mereka arahkan kepada beliau. Mulai dari anak hasil perzinahan, Rasul gadungan dan sebagainya sehingga akhirnya beliau dikejar-kejar untuk dihukum mati melalui penyaliban yang merupakan hasil konspirasi rabi-rabi jahat Yahudi. Pernyataan Nabi Isa dalam dakwahnya mengenai keesaan Tuhan pada ayat diatas, bisa kita paralelkan dengan sabda yang sama dari beliau pada surah Al-Maaidah [5] :72, “Padahal Al-Masih sendiri berkata:”Hai Bani Israel, sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu !”.
Begitupun dengan pernyataan beliau tentang penjelasan sebagian hal yang menimbulkan perselisihan dikalangan umatnya, bisa kita paralelkan juga dengan yang ada dalam surah Ali Imran [3] :50, “Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mu’jizat) dari Tuhanmu. Karena itu bertaqwalah kepada Allah dan ta’atlah kepadaku”.
Kaitan antara kedatangan Nabi Isa yang disebut memberitahukan pengetahuan tentang kiamat adalah tertuju pada peringatannya kepada Bani Israel tentang hakekat hidup didunia ini yang hanya sementara. Adahari esok yang menanti pertanggung jawaban semua kelakuan semasa hidup. Ini misi yang diemban oleh setiap Nabi dan Rasul –termasuk oleh Muhammad Saw. Bisa pula sabda tersebut berkorelasi dengan nubuat Nabi Isa tentang kehadiran Nabi Muhammad selaku nabi akhir zaman seperti yang tertuang dalam surah Ash-Shaaf [61] :6.
Jadi artinya konteks ayat yang menyebutkan bahwa Nabi Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat atau hari akhir adalah memberitakan mengenai eksistensi Rasul yang akan datang sesudah beliau menjelang akhir zaman
Dengan begitu maka tidaklah tepat bila sampai dinyatakan kitab suci al-Qur’an mendukung konsepsi kenaikan Nabi Isa secara fisik kelangit dan akan turun kembali dari kenaikannya itu. Jikapun ada yang mengatakan seperti ini, tentu hal tersebut hanyalah penafsiran sepihak dari sang mufassir. Ide-ide kenaikan Nabi Isa seperti ini, mungkin –sebagaimana klaim dari sebagian ulama—adalah pengaruh yang datang dari orang-orang Kristiani yang pindah kedalam Islam dan melakukan korelasi tafsir antara al-Qur’an dengan kitab mereka sebelumnya (Perjanjian Baru) seperti yang sudah kita bahas dibagian atas.
Tidak dipungkiri bila ada banyak hadis yang bercerita mengenai akan turunnya Nabi Isa al-Masih yang dinisbatkan kepada sabda-sabda dari Nabi Muhammad Saw. Sebagian ulama juga menyebut hadis-hadis itu mencapai tingkat yang mutawatir. Sekali lagi kita sampaikan disini bila detil dari kajian ini sudah pernah kita bahas pada buku Jejak Nabi Palsu, olehnya tidak akan kita ulangi lagi disini kecuali seperlunya saja. Satu hadis yang kita anggap mewakili ide turunnya Nabi Isa adalah :
“Demi Allah yang diriku ada di tangan-Nya, benar-benar putera Maryam akan turun di tengah-tengah kamu sebagai juru damai yang adil, lalu ia menghancurkan salib, dan harta kekayaan melimpah ruah hingga tidak ada seorang pun yang mau menerima (shadaqah atau zakat) dari orang lain, sehingga pada waktu itu sujud satu kali lebih baik daripada dunia dan isinya”.  (HR. Bukhari, Bab Nuzuli Ibni Maryam ‘alaihissalaam 6:490-491; Shahih Muslim, Bab Nuzuli ‘Isa Ibni Maryam ‘alaihissalaam Haakiman 2:189-191).
Pertanyaannya sekarang, kira-kira untuk apa sebenarnya pengutusan Nabi Isa al-Masih ini kedua kali ? Bukankah bersama kita saat ini sudah ada al-Qur’an, bukankah sudah sempurna wahyu didalam Islam, bukankah sudah diutus Nabi Muhammad yang posisinya juga sebagai “penghancur salib” dan “pembunuh babi” ? Tidakkah kehadiran Nabi Muhammad dengan konsepsi monotheisnya telah secara terang-terangan membatalkan konsepsi Trinitas yang dinisbatkan kepada ajaran Nabi Isa oleh pihak gereja ? Tidakkah kitab suci al-Qur’an secara jelas memberikan aturan-aturan tentang hal-hal yang diharamkan dan dihalalkan termasuk mengenai babi ?
Bila Nabi Isa masih hidup dan tinggal dilangit maka dilangit yang manakah Nabi Isa berada ? Apakah disalah satu planet ? Mungkinkah kita bisa menemuinya dengan perangkat teknologi antariksa tertentu disuatu masa ?
Lalu bagaimana proses kenaikannya dari bumi menuju langit itu ? Apakah seperti gambaran tokoh Superman dan Ultraman yang bisa melewati batasan udara dan melalui atmosfir bumi yang gesekannya bahkan bisa menghanguskan batu meteor dan pesawat sekalipun ?
Atau berkhayal bila Isa punya karpet terbang ala film Aladdin ? atau beliau ditidurkan lalu diangkat jasadnya seperti kasus penculikan oleh UFO dalam cerita-cerita di film Hollywood?

ilustrasi 3 kemungkinan dari cara naiknya Isa al-Masih kelangit menurut persepsi sebagian dari para mufassirin
Jika benar Nabi Isa diangkat kelangit seperti gambaran tersebut, apakah ada saksi matanya ? Jika ada bagaimana tanggapan mereka, dan apakah ada bukti penunjangnya ? Injil Barnabas yang disebut-sebut sebagai kesaksian kenaikan Nabi Isa Al-Masih tidak bisa dijadikan hujjah, sebab sudah jelas letak kepalsuannya.
Apabila memang Nabi Isa al-Masih masih hidup disuatu tempat dilangit, apa manfaat positip pengasingannya selama ribuan tahun nun jauh diatassana? Apakah tidak lebih bermanfaat bagi Isa untuk kembali kebumi dan meluruskan ajarannya yang diselewengkan orang pada masa-masa perbudakan Israel oleh Romawi ?
Bagaimanapun juga selama berabad-abad manusia ini saling bertikai dan menumpahkan darahnya salah satunya adalah karena masalah ajaran yang pernah dia bawa selama hidupnya di Palestina sekitar 2000 tahun yang silam, menjadi beban moral tersendiri baginya yang secara tidak langsung telah membuat jutaan darah anak-anak manusia tertumpahkan selama perang salib atau perang antara Katolik dan Protestan dan sebagainya.
Jika ia masih hidup saat ini dan hanya mendiamkan saja semua yang terjadi atas namanya apapun alasannya, maka Nabi Isa adalah orang yang paling bertanggung jawab atas semua kejadian tersebut. Ketika pernah pada satu pertempuran yang menegangkan, Nabi Muhammad berdoa kepada Allah agar diberi kemenangan. Karena jika beliau sampai kalah maka tidak ada lagi orang yang dapat menegakkan kebenaran sesudahnya. Bukankah inipun menjadi indikasi tersendiri bila memang diwaktu pengutusan Nabi Muhammad sudah tidak ada lagi satupun Nabi Allah yang masih hidup ? Tidakkah kita mau memikirkan sekali lagi firman Allah ini:
(Nabi Isa berkata : ) Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. (QS. Al-Ma’idah [5] :117)
Kebanyakan dari kita terkadang terlalu berlebihan dalam memandang sosok para Nabi dan Rasul sehingga nyaris menganggap mereka sebagai manusia langit yang sama sekali tidak tersentuh dengan berbagai permasalahan duniawiah, banyak dari kita berpikir bahwa seorang Nabi itu haruslah senantiasa berkhotbah tentang akhlak, berkhotbah tentang ketuhanan, penuh mukjizat, sakti mandraguna, suci tak bernoda dan tidak pernah melakukan kesalahan sekecil apapun, tidak mungkin bisa dilukai apalagi dibunuh dan berbagai sifat kedewaan lainnya yang akhirnya secara tidak langsung telah melakukan pengkultusan dan menaikkan status kemanusiawian mereka diatas manusia-manusia lainnya.
Al-Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (QS. Al-Ma’idah [5] :75)
Tanyakanlah: “Siapakah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al-Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan siapa saja diatas bumi semuanya ?” (QS. Al-Ma’idah  [5] :17)
Dalam sejarah kenabian di al-Qur’an kita banyak melihat berbagai fenomena penderitaan dan perjuangan Rasul-rasul terbaik Tuhan. Bagaimana misalnya Nabi Ibrahim yang disebut sebagai kekasih Allah telah ditangkap dan dibakar oleh umatnya kedalam api yang membara, kita juga membaca bagaimana Nabi Yunus bisa sampai terperangkap kedalam perut ikan atau Yusuf putera Nabi Ya’kub yang terjebak kedalam sumur oleh saudara-saudaranya atau yang paling akhir adalah Nabi Muhammad sendiri yang harus hijrah ke Madinah karena intimidasi kaum kafir Mekkah dan perlakuan mereka yang buruk terhadapnya, dalam sebuah pertempuran dibukit Uhud, wajah beliau terluka dan nyaris terbunuh.
Semuanya menyajikan data-data historis insaniah para Nabi dan Rasul Tuhan yang hidup dan berinteraksi sebagaimana manusia normal lainnya. Lalu kenapa dalam hal Isa al-Masih yang umatnya disebut oleh Qur’an sebagai umat yang terbiasa membunuh para Nabi harus mendapat pengecualian dengan mengharuskannya “terhindar secara luar biasa” dari perlakuan umatnya?
Kesabaran para Nabi dalam menghadapi ujian selalu mendatangkan pertolongan dari Allah, namun tidak pernah Allah menolong dengan cara menggantikan ujian tersebut kepada diri orang lain sehingga bukan sang nabi yang menghadapi ujian namun justru orang lainlah yang mendapatkan ujian tersebut. Pertolongan Allah bekerja dengan cara yang latief (halus) melalui ujian, kesabaran, dan keteguhan dari sang Nabi dan para murid (sahabat)nya.
Injil Lukas pasal 22 ayat 43 didetik-detik menjelang penangkapan bercerita kepada kita : “Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepadanya untuk memberi kekuatan kepadanya”.
Bila yang dimaksud dengan memberi kekuatan pada ayat tersebut adalah memberi semangat agar Nabi Isa tabah menerima kehendak Allah yang akan berlaku pada dirinya, maka sekali lagi kita ajukan juga apa yang disampaikan oleh Paulus dalam Kitab Ibrani pasal 5 ayat 7 : “Dalam hidupnya sebagai manusia, ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada-Nya yang sanggup menyelamatkannya dari maut, dan karena kesalehannya, beliau telah didengarkan”. Jadi dari ucapan Paulus diatas kita bisa mengambil asumsi kuat bahwa Isa al-Masih telah ditolong oleh Tuhan dari kematian (maut) yang bisa menimpanya dalam proses yang akan dia hadapi (inilah makna dari kata-kata  “beliau telah didengarkan” yang artinya permintaan untuk selamat dari maut dikabulkan).
Kepada mereka dia menunjukkan dirinya setelah penderitaannya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa dia hidup. (Kisah Para Rasul [1] :3)
Gagasan tentang messianisme seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sudah menjadi bagian dari banyak agama didunia ini. Menyatunya tokoh Yesus Kristus yang dipahami oleh umat Kristiani akan datang menjelang hari kiamat dengan ketokohan Imam al-Mahdi didalam Islam yang juga punya misi serupa seolah merupakan paduan mimpi-mimpi banyak orang yang bercita-cita akan terwujudnya dunia yang damai dan penuh keadilan. Tidak heran bila beberapa ulama Islam mengambil jarak dan bersikap hati-hati terhadap riwayat-riwayat tersebut.
Bagaimanapun, eksistensi Imam Mahdi yang konon berdasar sejumlah nash merupakan trah dari Nabi akhir zaman Muhammad Saw selaku satria piningit yang akan menghilangkan kezaliman serta keangkaramurkaan menjadi berkurang perannya dengan keberadaan Nabi Isa yang disebut-sebut melalui tangannya sang Dajjal justru akan menemui kehancuran.
Ulama-ulama tadi berpikir tentang ketidakkonsistenan cerita serta tujuan kehadiran Imam Mahdi dan Nabi Isa ditengah umat manusia. Sama halnya dengan mengecilkan posisi kenabian Muhammad Saw sebagai Khatamun Nabiyyin terhadap Nabi-nabi bangsaIsrael. Padahal al-Qur’an belum pernah menceritakan perubahan misi Nabi Isa al-Masih dari yang tadinya bersifat lokal kedaerahan (hanya untuk umat Israel) menjadi universal (kepada semua manusia).
Ibnu Khaldun dalam kutipan Muhammad Husain Haekal, mengatakan :
Kita tidak harus percaya akan kebenaran sanad sebuah hadis, juga tidak harus percaya akan kata-kata seorang sahabat terpelajar yang bertentangan dengan al-Qur’an, sekalipun ada orang-orang yang memperkuatnya.
Beberapa pembawa hadis dipercayai karena keadaan lahirnya yang dapat mengelabui, sedang batinnya tidak baik. Kalau sumber­sumber itu dikritik dari segi matn (teks), begitu juga dari segi sanadnya, tentu akan banyaklah sanad-sanad itu akan gugur oleh matn. Orang sudah mengatakan bahwa tanda hadis maudhu’ (buatan) itu, ialah yang bertentangan dengan kenyataan al-Qur’an atau dengan kaidah-kaidah yang sudah ditentukan oleh hukum agama (syariat) atau dibuktikan oleh akal atau pancaindra dan ketentuan-ketentuan axioma lainnya. (Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Penerbit Litera AntarNusa, Cetakan ke-22, Juni 1998, hal. Xcvii)
Haekal juga berkata kalau orang mau berlaku jujur terhadap sejarah, tentu mereka menyesuaikan hadis itu dengan sejarah, baik dalam garis besar, maupun dalam perinciannya, tanpa mengecualikan sumber lain yang tidak cocok dengan yang ada dalam al-Qur’an. Yang tidak sejalan dengan hukum alam itu diteliti dulu dengan saksama, sesudah itu baru diperkuat dengan yang ada pada mereka, disertai pembuktian yang positif, dan mana-mana yang tak dapat dibuktikan seharusnya ditinggalkan. (Lihat : Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Penerbit Litera AntarNusa, Cetakan ke-22, Juni 1998, hal. Xcix)
Saya tidak menolak hadis-hadis yang dinisbatkan pada diri Rasulullah, baik yang datang dari kelompok Ahli Sunnah, Syiah maupun yang lainnya. Tetapi saya juga tidak bisa menerima semuanya tanpa boleh melakukan kritik dan penyaringan ulang termasuk dalam hal turun serta naiknya Isa al-Masih kelangit antah berantah ini.
Dalam hal ini ada sebuah riwayat yang dinisbatkan dari Imam Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu yang sangat saya sepakati isinya :
Sesungguhnya hadis-hadis yang beredar dikalangan orang banyak, ada yang haq dan ada yang batil. Yang benar dan yang bohong. Yang nasikh dan yang mansukh, yang berlaku umum dan khusus. Yang Muhkam dan yang Mutasyabih. Adakalanya ucapan-ucapan Rasulullah SAW itu memiliki arti dua segi, yaitu ucapan yang bersifat khusus dan yang bersifat umum. Maka sebagian orang mendengarnya sedangkan ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW. Lalu sipendengar membawanya dan menyiarkannya tanpa benar-benar memahami apa artinya, apa yang dimaksud dan mengapa ia diucapkan. Dan tidak semua sahabat Rasulullah SAW mampu bertanya dan minta penjelasan dari Beliau. Sampai-sampai seringkali merasa senang bila seorang Badui atau pendatang baru bertanya kepada Beliau, karena merekapun dapat mendengar penjelasan beliau. (Sumber : Buku Mutiara Nahjul Balaghah, dengan pengantar Muhammad Abduh, Penerbit Mizan, Cetakan VII  Mei 1999, Halaman 83 )
Hadis maupun tafsir yang beredar tidak luput dari kisah Israeliyat, apalagi memang terbukti dalam sejarah bila sejumlah sahabat Nabi mencari tahu lebih lanjut dari ayat-ayat cerita didalam al-Qur’an yang berkaitan dengan bangsa Israel bukan sebuah rahasia. Umar ibnu Khatab, Abu Hurairah, Atha’ bin Jasar dan termasuklah Ibnu Abbas sebagai salah satu penafsir Qur’an terkemuka adalah orang-orang yang cukup intens dengan pengetahuan-pengetahuan yang ada didalam Taurat dan Injil.
Banyak hal yang mereka ingin ketahui seperti sifat-sifat Nabi didalam Taurat dan berbagai hal lainnya. Tempat mereka bertanya tentu saja orang-orang Ahli Kitab yang baru masuk Islam seperti diantaranya Wahb ibnu Munabbih, Ka’ab al-Akhbar, Abdullah ibnu Amr bin Ash dan lain sebagainya.
Bukan hal yang tidak mungkin jika informasi hadis yang disampaikan oleh para sahabat yang notabene mantan penganut ahli kitab dimasa lalu lebih banyak bersandar pada sisa-sisa kepercayaan lama mereka. Sehingga banyak kemudian tafsir-tafsir Israiliyat yang belum jelas benar dan salahnya justru merasuk kedalam khasanah tafsir al-Qur’an dan bagi orang awam cenderung diamini sebagai sebuah kebenaran mutlak.
Hadis-hadis yang berbicara tentang turunnya Nabi Isa al-Masih pun secara matan, tidak tertutup kemungkinan untuk dikoreksi kembali. Ada banyak perbedaan redaksi bahkan pada isi cerita mengenainya yang apabila kita coba adakan perbandingan secara silang akan ditemui sejumlah kontradiksi antara satu dengan yang lain. Satu contoh kecil saja kita sampaikan disini menyangkut tempat turunnya beliau. Al-Hafiz Ibn Katsir Dimasyqi atau yang biasa dikenal dengan nama Ibnu Katsir saja menyampaikan kepada kita beberapa riwayat yang saling berbeda.
Ada hadis yang mengatakan Nabi Isa akan turun di Yerusalem, menurut riwayat lain di Yordania, dan menurut riwayat yang lain pula turun dalam tempat perkemahan umat Islam –seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim–. Sedangkan yang populer adalah hadis yang menyebutkan Nabi Isa akan turun di Damaskus bagian timur. Tetapi menurut Ibnu Katsir ada kemungkinan periwayat mengubah matnnya dengan jalan dia meriwayatkan ekspresi tersebut dalam tata cara yang dia pahami .
Yang jelas adalah, tidak mungkin antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lain saling berbeda atau berseberangan, tidak mungkin pula pada suatu ketika Nabi Muhammad berkata A mengenai hal tertentu kemudian berkata B tentang hal yang sama diwaktu yang berbeda. Satu diantaranya pasti benar atau semua riwayat tersebut justru tidak ada yang bisa dibenarkan.